SENI PERTUNJUKAN NUSANTARA KEKUATAN, KELEMAHAN, PELUANG, DAN TANTANGANNYA DI ERA INDUSTRI 4.0
Abstrak
Seni pertunjukan Nusantara berkaitan berbagai ragam seni pertunjukan tradisi (tradisi keraton maupun tradisi kerakyatan) yang hidup dan berkembang di Nusantara. Setiap jenis seni pertunjukan memiliki kaidah artistik (Jawa: pakem). Pakem inilah yang menjadi salah satu tolok ukur kualitas artistik karya seni pertunjukan tradisi. Terkait dengan dunia industri, sesungguhnya telah dihadapkan era industri 3.0, ditandai munculnya perangkat elektronik. Munculnya radio dan televisi, seni pertunjukan dapat dinikmati oleh kalangan terbatas. Saat itu para seniman tradisi berlomba-lomba mengisi siaran radio dan televisi demi popularitas. Selanjutnya, munculnya industri rekaman (audio casette dan video
casette), seni pertunjukan dapat dinikmati kapan saja dan di mana saja tanpa dibatasi oleh dimensi waktu dan ruang. Nartasabda, Anom Soeroto, Candralukita, dan Waljinah, seniman tradisi Jawa yang mampu memanfaatkan peluang industri rekaman pada saat itu. Munculnya industri 4,0 ditandai masuknya dunia digital dan internet ke berbagai sendi kehidupan masyarakat, membawa konsekuensi logis bagi kehidupan seni pertunjukan Nusantara. Seberapa jauh dampak yang ditimbulkan dari indus-tri 4.0 bagi kelangsungan hidup seni pertunjukan tradisi Nusantara, dapat dilihat dari dua hal: ‘kajian seni’ dan ‘kekaryaan seni’. Kedua hal ini akan dibahas dengan menggunakan analisis SWOT, meliputi: strengths (kekuatan), weaknesses (kelemahan), opportunities (peluang), dan threats (ancaman atau tantangan). Seni pertunjukan Nusantara bukan melulu untuk media hiburan, melainkan juga berfungsi untuk hal lain, meliputi sarana kegiatan ritual, sarana komunikasi, dan representasi estetik. Dengan fungsinya masing-masing itu maka karakteristiknya pun berbeda-beda. Seni pertunjukan untuk kegiatan ritual, tidak mungkin tampil tanpa masyarakat, karena kehadiran mereka bukanlah sebagai penonton, melainkan sebagai pelaku kegiatan yang harus ada di dalam konteks tersebut. Begitu juga seni pertunjukan untuk sarana komunikasi tidak mungkin tampil tanpa pihak ketiga (komunikan). Seni pertunjukan untuk representasi estetik, tidak mungkin tampil tanpa kehadiran penonton, karena ekspresi seni hanya dapat dinikmati secara langsung oleh penontonnya. Tidak semua jenis seni pertunjukan Nusantara yang dihadapkan dengan era digital akan menghadapi problematika. Seni pertunjukan ritual tetap lestari
keberadaannya tanpa sentuhan digital, sepanjang kegiatan ritual yang melibatkan seni pertunjukan dan masih dipertahankan oleh masyarakatnya.