TAMAN AIR TRADISIONAL BALI DALAM NARASI KEBERLANJUTAN MENUJU ANTROPOSEN
Main Article Content
Abstract
Candrabhayasingha Warmmadewa adalah raja Bali yang pertama berinisiatif menyelamatkan mata air (kelebutan) untuk menghindari kerusaan akibat aktivitas penduduk, berupa penataan (masamahin) Tirta Empul pada Oktober 962 Masehi. Prasasti peresmiannya merupakan sebuah narasi keberlanjutan, jauh sebelum PBB mencanangkannya pada 21 Oktober 2015. Pada masa Bali Madya, beberapa kerajaan membangun taman air dengan konsep filosofi bersumber dari teks Adiparwa, tentang peristiwa Samudramantana. Teks ini mengisahkan pengadukan lautan Ksirarnawa menggunakan Gunung Mandhara untuk mencari Amertha, air kehidupan abadi yang diperebutkan oleh para dewa dan denawa. Intisari filosofinya adalah penyelamatan mata air dalam ekologi pada ekosistem alam. Tatkala bumi memasuki periode Antroposen, filosofi pertamanan tradisional Bali sudah mempertimbangkan, bahwa berbagai aktivitas manusia saat ini, memiliki dampak terhadap lingkungan hidup jutaan tahun yang akan datang.
Article Details
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License.
BALI DWIPANTARA WASKITA (Seminar Nasional Republik Seni Nusantara) © 2021 by Institut Seni Indonesia Denpasar is licensed under Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International