TARI PANJI MASUTASOMA: MERAWAT KEBHINEKAAN, MEMUPUK TOLERANSI
Main Article Content
Abstract
Praktik intoleransi di Indonesia, berdasarkan data BPIB (Badan Pembinaan Ideologi Pancasila) cenderung menguat. Tari Panji Masutasoma diciptakan sebagai respon terhadap realitas tersebut. Bagaimana proses kreatifnya? Bagaimana tarian ini mengaktualisasikan nilai toleransi? akan menjadi pokok bahasan. Tujuan diciptakannya karya ini untuk merealisasikan proses kreatif yang mencerminkan sikap ber-Bhinneka Tunggal Ika, serta mampu menggelorakan semangat toleransi. Proses penciptaannya merujuk pada metoda penciptaan angripta sasolahan: ngrencana (persiapan), nuasen (ritual awal), makalin (pemilihan, persiapan materi, dan improvisasi), nelesin (merapikan, menata secara utuh), dan ngebah (pementasan perdana). Proses kreatifnya menggabungkan unsur tari Panji Gambuh gaya Budakeling dengan Burdah dan Rudat Saren Jawa. Tujuh penarinya wajib mapaguruan (berguru) kepada pinisepuh Gambuh dan saudara muslim di Desa Saren Jawa, Desa Budakeling, Karangasem. Mereka juga dituntut memiliki kemampuan multitalenta (ngraweg): menari, bermusik, dan berolah vokal. Dengan menempatkan Kakawin Sutasoma sebagai sumber teks, karya ini diharapkan berkontribusi dalam upaya memupuk toleransi dan merawat kebhinekaan bangsa Indonesia.
Article Details
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License.
BALI DWIPANTARA WASKITA (Seminar Nasional Republik Seni Nusantara) © 2021 by Institut Seni Indonesia Denpasar is licensed under Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International