MENGENAL BUDAYA MARITIM DALAM ARSITEKTUR NUSANTARA
Main Article Content
Abstract
Ketika bumi mengalami perubahan iklim ekstrim pada zaman Pleistosen, temperatur bumi sering naik turun. Manusia harus hidup nomaden, karena terjadi proses glasial (zaman es) terus menerus. Ketika lapisan es di kutub mencair, permukaan air laut naik. Benua Sunda dan Sahul kemudian terendam menjadi dangkalan. Dampaknya, muncul pulau-pulau yang kemudian menjadi Negara Kepulauan Nusantara (Indonesia). Jadi, Indonesia dasarnya adalah benua maritim, yang terbentuk pada masa Holosen atau Alluvium. Wilayahnya adalah tanah dan air yang luas. Oleh karena itu, budaya maritim penduduk di Nusantara sudah berakar sejak masa prasejarah. Gambar-gambar perahu di dalam gua-gua purba, merupakan ekspresi seni penduduk Nusantara prasesejarah. Jiwa maritim juga tercermin pada sebutan wilayah negerinya, yang disebut Tanah Air. Perahu bercadik digunakan sebagai alat transportasinya di kawasan Samudera Hindia dan Pasifik. Jiwa maritim juga berpengaruh pada bidang arsitektur bangunannya, yang antara lain dapat ditemukan di wilayah Nusa Tenggara Timur dan Maluku. Ekspresi jiwa maritim pada arsitektur, antara lain tampak pada mahkota atap bangunan, pola desa atau kampung, denah rumah dan struktur bangunan rumah.
Article Details
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License.
BALI DWIPANTARA WASKITA (Seminar Nasional Republik Seni Nusantara) © 2021 by Institut Seni Indonesia Denpasar is licensed under Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International