Karawitan Composition Benang Raja | Komposisi Karawitan Benang Raja
DOI:
https://doi.org/10.59997/jurnalsenikarawitan.v2i2.491Kata Kunci:
Semar Pagulingan, Benang Raja, Karawitan, KomposisiAbstrak
Fenomena alam adalah peristiwa tidak bersistem dalam pandangan fisika, dan kemudian tak diciptakan oleh manusia. Fenomena alam dapat terjadi di mana saja dan kapan saja, bahkan terkadang tanpa bisa diprediksi sebelumnya. Setiap fenomena yang ada bisa bersifat indah, namun bisa juga bersifat berbahaya yang dikenal dengan bencana alam. Di Indonesia, ada beberapa fenomena alam yang berdampak buruk bagi manusia seperti: gunung meletus, tsunami, banjir bandang, angina puting beliung dan lain sebagainya. Fenomena tersebut sangat berdampak buruk dan merugikan bagi manusia baik dari segi kesehatan dan tak luput dari segi ekonomi. Akan tetapi berbanding terbalik dengan fenomena alam yang indah atau tidak berbahaya. Fenomena alam yang tidak berbahaya lebih mempertunjukkan keindahan, keagungan, dan membuat semua orang terpana melihat fenomena tersebut. Macam-macam fenomena tersebut ialah aurora, gerhana matahari, gerhana bulan, bintang jatuh dan salah satunya pelangi. Pelangi adalah fenomena optik yang terjadi ketika sinar matahari dan hujan saling bereaksi dengan cara tertentu. Hal tersebut disebabkan oleh pembiasan sinar matahari. Sinar ini berpindah arah dari perjalanan satu medium ke medium lainnya oleh tetesan air yang ada di atmosfer. Pelangi bisa berbentuk lingkaran penuh, namun pengamat biasanya hanya melihat busur yang dibentuk oleh tetesan cahaya di atas tanah dan berpusat pada garis dari matahari ke mata pengamat. Kemudian warna yang timbul pada pelangi tersebut adalah warna indah yang dikenal sebagai mejikuhibiniu (Merah, Jingga, Kuning, Hijau, Biru, Nila dan Ungu).
Unduhan
Referensi
Astuti, Dian. 2018. Mengapa Bisa Begitu (Sekarang Aku Jadi Tahu). Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat, Direktorat Pembinaan Pendidikan Keaksaraan dan Kesetaraan.
Bandem, I. Made. 1986. Prakempa Sebuah Lontar Gambelan Bali. Denpasar: ASTI Denpasar.
Bandem, I. Made. 2013. Gamelan Diatas Panggung Sejarah. Denpasar: Stikom Denpasar.
Hartini, N. P. (2017). Pertunjukan Gender Wayang Pada Pekan Seni Remaja Kota Denpasar Kajian Bentuk, Estetika, Dan Makna. Kalangwan : Jurnal Seni Pertunjukan, 3(1). https://doi.org/10.31091/kalangwan.v3i1.160
Hawkins, Alma M. 2003. Creating Through Dance (Mencipta Lewat Tari Terjemahan Y. Sumandiyo Hadi).
Kadek Samego, T. H. (2021). Karawitan Composition Brama Rupa | Komposisi Karawitan Brama Rupa. Ghurnita Jurnal Seni Karawitan, 01(04), 281–289. https://jurnal2.isi-dps.ac.id/index.php/ghurnita/article/view/480
Nagara, I. Putu Purwwangsa; I. Nyoman Sudiana. 2021. “Gamelan Gender Wayang Composition ‘Sandaran Laju’ | Komposisi Gamelan Gender Wayang ‘Sandaran Laju.’” GHURNITA: Jurnal Seni Karawitan 01(02):117–25.
Pryatna, H. S. I. K. S. I. P. D. (2020). Permainan Kendang Bali. Dewaruci, 15(2), 90–100. https://doi.org/10.33153/dewaruci.v15i2.2991
Putu Paristha Prakasih, Hendra Santosa, I. G. Y. (2018). Tirtha Campuhan: Karya Komposisi Baru dengan Media Gamelan Semar Pagulingan. Resital: Jurnal Seni Pertunjukan, 19(3), 113–121. https://doi.org/10.24821/resital.v19i3.2452
Sadguna, Ig. M. I. (2011). Pupuh Kekendangan Sebagai Identitas Semar Pagulingan Saih Lima Peliatan. Dewa Ruci, 7(1). https://doi.org/https://doi.org/10.33153/dewaruci.v7i1.971
Santosa, H. S. (2016). Gamelan Sistem Sepuluh Nada dalam Satu Gembyang untuk Olah Kreativitas Karawitan Bali. Pantun, 1(2), 85–96. https://jurnal.isbi.ac.id/index.php/pantun/article/view/747
Saptono, Haryanto, T., & Hendro, D. (2019). Greng Sebuah Estetika Dalam Kerampakan Antara Gamelan dan Vokal. KALANGWAN Jurnal Seni Pertunjukan, 5(1), 29–38. https://doi.org/10.31091/kalangwan.v5i1.728
Sugiartha, I. Gede Arya. 2012. Kreativitas Musik Bali Garapan Baru Perspektif Cultural Studies. Denpasar: Institut Seni Indonesia Denpasar.
Sukerta, Pande Made. 2011. Metode Penyusunan Karya Musik: Sebuah Alternatif. Surakarta: ISI Press Solo.